Ternyata Dalam Tasawuf Maksiat Terbagi Kepada Baik dan Buruk
Alwaliyah | Pernahkah anda mendengar kata Taat dan Maksiat
? sudah pasti pernah, namun tahu kah anda bahwa ada di ilmu Tauhid ada
istilah Maksiat yang Baik dan Taat yang tercela. Mau tau lebih dalam mari kita
sama-sama menyimak tulisan Artikel penulis.
Apabila kita perhatikan secara lahiriah, bahwa Taat artinya,
adalah patuh kepada segala perintah Allah dan Ajaran-ajaranNya, untuk diamalkan,
disamping menjauhkan larangan-laranganNya, baik yang besar maupun yang kecil. Dan
tentulah kita melihat bahwa taat dalam arti begini adalah baik dan seolah-olah sama
sekali tiada Celaannya.
Demikian pula dalam melihata Maksiat, yang pengertiannya sepintas
lalu dalam arti yang lahir ialah : kedurhakaan kepada Allah Swt, disebabkan tidak
menjalankan perintahNya dan melanggar
LaranganNya. Tetapi apabila kita dalam pula kadangkala kita melihat ada taat
yang tidak murni dan suci, dan ada maksiat yang membawa kepada akibat baik dan kesudahannya
yang terpuji. Maka untuk menerangkan hal keadaan ini, yang mulia Al-Imam
Ibnu Athaillah Askandary telah merumuskan dalam Kalam Hikmahnya yang ke-96
sebagai berikut :
مَعْصِيَةُ
أَوْثَتْ ذُلاًّ وَافْتِقَارًاخَيْرُمِنْ طَاعَةٍأَوْرَثَتْ عِزًّاوَاسْتِكْبَارًا
“Maksiat yang menimbulkan kehinaan dan kefakiran (kepada
Allah s.w.t) lebih baik dari taat yang menimbulkan megah dan takabbur”.
Untuk
lebih mengerti atas kalam yang disebutkan diatas ,baiklah mengikuti penjelasannya
sebagai berikut :
I. Adzdzulu,
artinya Hina atau Kehinaan, sedangkan Al-Ifiqaar artinya Fakir
atau Kefakiran kepada allah adalah merupakan sifat-sifat kehambaan
makhluk kepadaNya. Al-‘Izzu Yang artinya Megah atau kemegahan
dan Al-Istikbaar ialah takabbur atau Ketakabburan. Ini adalah
sifat-sifat ketuhanan Allah s.w.t. antara kedua sifat-sifat tersebut, yakni
antara hina dan megah, antara fakir dan takabbur, demikian juga kehinaan dan kemegahan
kefakiran dan ketakabburan, adalah dua keadaan yang saling bertentangan, dimana
tidak dapat berkumpul antara keduanya.
II. Taat kepada
Allah s.w.t apabila disertai dengan keadaan-keadaan yang bertentangan dengan
sifat-sifat kehambaannya hamba, berarti keadaan-keadaaan yang tidak cocok itu
dapat menghapuskan taat dan dapat membatalkan pahala-pahalanya. Sebab taat itu
telah disertai dengan sifat-sifat yang tidak layak dengan kehambaan manusia
yang mana mengerjakan taat itu kepada Allah s.w.t. Melaksanakan ibadat berarti
merupakan menuaikan kewajiban kita selaku hamba Allah kepada Allah s.w.t. karena
itu wajiblah kita melaksanakan Taat itu dalam gambaran lahir dan batin dengan
memperlihatkan dan menghayati seakan kita penuh dengan Dosa, kehinaan kita
kepada Allah dan merasakan dalam kefaikran kita kepadaNya. Jika perasaan itu
kita tidak ada dan malah sebaliknya kita merasakan dengan keadaan saat kita
beribadah dan taat kepada Allah dengan rasa perasaan yang Takabbur, dan rasa
Tinggi Hati, yang hakikatnya kita hanya seorang hamba, maka itu sangat dibenci
oleh Allah s.w.t yang dapat menyebabkan semua amalan kita dan pahala-pahala
kita dapat terhapuskan karena Sifat yang kita rasakan tadi.
Akan tetapi
apabila seorang hamba itu telah mengerjakan maksiat sedemikian rupa, sedangkan
hatinya selalu diliputi dengan perasaan kehambaannya kepada Allah s.w.t. dengan
rasa penuh hinanya dan fakirnya kepada Allah S.W.T, maka dengan perasaan dan
kesadaran yang beginilah kesadaran akan kehambaan. Kesadaran yang demikian itu,
apabila ada izin Allah, akan dapat menghapuskan maksiat-maksiat yang
dikerjakannya dan juga dapat menghilangkan dosa maksiat-maksiat itu dengan
ridha Allah s.w.t. Inilah makna perkataan dari Waliyullah Abu Madyan :
اِنْكَسَارُالْعَاصِيْ
خَيْرُمِنْ صَوْلَةِالْمُطِيْعِ
“Sedih
hati Orang Yang Durhaka kepada Allah s.w.t. lebih baik dari kekasaran hati
orang yang taat kepadaNya.”
Bahwa
bukti atas kebenaran ini, dengan penjelasan diatas tadi ialah yang menyebabkan
pembawaan sebagian hamba Allah yang saleh seperti Abul Abbas Al-Misry r.a dimana
beliau lebiih memuliakan manusia yang durhaka apabila berkunjung kepada beliau,
dari manusia yang taat tetapi takabbur dan tinggi hati.
Untuk
memperkuat penjelasan diatas mari kita pelajari dari Riwayat Ibban bin Ilyas
dimana dia berkata :
“
pada suatu hari aku keluar dari (rumah) Anas bin Malik r.a di Basrah. Tiba-tiba
aku melihat sebuah jenazah yang diangkut oleh empat orang hitam, tetapi aku
tidak melihat laki-laki lain beserta mereka. Lantas keluar dari mulutku
perkataan “Subhaanallaah (Maha Suci Allah)” dimana di kota Basrah ini
ada jenazah muslim yang tidak dapat perhatian orang, maka biarlah aku menemani
mereka itu. Akupun pergi bersama mereka. Tatkala mereka itu meletakkan jenazah
untuk disembahyangkan, mereka berkata kepadaku :”Silahkan Tuan” (maksudnya
supaya aku menjadi Imam). Aku menjawab : “Tuan-tuanlah yang lebih patut dariku”.
Lalu mereka berkata : “Ya,Sama.”.
Kemudianpun
aku maju untuk menjadi Imam sembahyang, dan kamipun menyembahyangkan mayat itu.
Setelah
sembahyang akupun bertanya kepada mereka : “Bagaimana ceritanya mayit ini ?”
mereka pun menjawab : “kami ini diupah oleh wanita itu!” setelah itu akupun
duduk,melihat mereka menguburkan mayat tersebut. Setelah mayat tersebut
dikuburkan,tidak berapa lama kemudian, wanita yang tidak jauh dari perkuburan
itu kembali pulang dan sambal tertawa. Larena itu kau pergi kepada wanita itu,
dan aku ingin menanyakan sesuatu mengenai akan keadaan hal ini. Aku bertanya
kepada wanita itu : “ Anda akan selamat dengan kebenaran, sebab itu ceritakanlah
kepadaku, bagaimanakah kejadian ini ?” dia pun menjawab : “yang mati ini adalah
puteraku, dia tidak meninggalkan perbuatan durhaka, tetapi semua maksiat dilakukannya.
Dia sakit sejak tiga hari yang lalu, dia berkata kepadaku “mama, apabila aku
meninggal dunia,jangan mama katakana kepada jiran-jiran kita atas kematianku,
supaya mereka tidak melihat jenazahku, selain hanya memaki-maki atas
kematianku. Dan mama tulislah atas cincinku ini laa Ilaha Illallah
Muhammadur Rasulullah.lalu mama masukanlah cicin itu kedalam kafanku. Moga-moga
Allah s.w.t ,engasihi aku. Kemudian mama injakkan kaki mama atas pipiku, serta
mama katakanlah : ‘inilah balasan terhadap orang yang durhaka kepada ALLAH!’
apabila mama telah menguburkan aku, maka angkatlah kedua tangan mama sambal bermohon
kepada Allah dan mama katakana dalam permohonan itu : “akutelah meridhai
anakku, maka ridhailah ia pula ya Allah terhadap anakku ini!” Demikianlah
wasiatnya Kepadaku.
Kemudian
tatkala ia telah meninggal dunia, aku laksanakanlah sekalian wasiat-wasiatnya
itu. Maka tatkala aku mengangkatkan kedua tanganku kelangit, dengan permohonan
diatas, aku dengar suara anakku dengan Bahasa lancer : “Kembalilah mama,
Sebab aku telah menghadap Allah yang maha kasih, dan dia tidak marah kepadaku”.
Itulah yang menyebabkan aku ketawa tadi”.
Dari
kejadian diatas dapatlah kita ketahui, bahwa meski seseorang itu telah berbuat banyak
maksiat, tetapi jika ia sadar dan insaf atas kedurhakaanya, atas kehinaannya,
dan atas kefakirannya kepada Allah s.w.t. Insya Allah segala dosanya diampunkan
oleh Allah s.w.t. karena menurut Ulama Tasawuf, bahwa Allah s.w.t.menghendaki
supaya hati hamba-hambaNya bersih dari segala penyakit-penyakitnya. Dengan demikian
adalah segala anggota tubuhnya, bersih pula dari segala Dosa, karena mengikut
hati. Dan apabila seseorang itu takabbur, meskipun dia orang alim, atau orang
yang banyak ibadatnya, tidaklah ada artinya ilmunya dan ibadatnya itu disisi
Allah s.w.t. maka dari itu perbuatan yang sedemikian rupa dilarang dalam Islam,
karena dapat menghapuskan seluruh amalan ibadatnya.
Semoga
Pembaca serta saya pribadi setelah membaca artikel ini diberikan Rahmat serta
RidhaNya akan diri kita dalam melaksanakan keTaatan kepada Allah s.w.t dengan yang disukai oleNya. Aamiin yaa
Rabbal ‘alamin.
Sumber
:
"Al-Hikam,
Hakikat Hikmah Tauhid dan Tasawuf "
Al-Mursyid
Abuya Prof. Dr. Tgk. Chiek, K.H Muhibbudin Muhammad Waly Al-Khalidy
Ternyata Dalam Tasawuf Maksiat Terbagi Kepada Baik dan Buruk
Reviewed by Unknown
on
8:33 PM
Rating:

No comments: