Bagaimanakah Cara Kita Memandang Alam Ini ? (Abuya Muhibbuddin Waly)
Al-Waliyah | Kita melihat secara lahiriah adanya alam, yakni mata kita dan
pancaindera kita mendapatkan adanya alam. Mata kita melihat, kuping kita
mendengar, tangan kita menyentuh dan meraba. Lidah kita merasakan bermacam
rasa, hidung kita dapat mencium segala macam bau-bauan. Apakah tidak
menunjukkan adanya sesuatu itu? Dan apakah wujudnya itu lahir dan bathin, atau
bagaimana menurut kacamata hakikat Tauhid? Untuk itulah Imam Ibnu Athaillah Askandary
memberikan jawabannya dalam Kalam Hikmahnya yang ke-141 sebagai berikut:
اَÙ„ْØ£َÙƒْÙˆَانُ Ø«َابِتَØ©ٌ
بِØ¥ِØ«ْبَاتِÙ‡ِ ، ÙˆَÙ…َÙ…ْØُÙˆَّØ©ٌ بِØ£َØَدِÙŠَّØ©ِ Ø°َاتِÙ‡ِ
“Segala
alam tetap ia pada ketetapan Allah dan ia dapat terhapus dengan kemaha-Esaan
Dzat-Nya.”
Kalam Hikmah ini meskipun sangat singkat, tetapi mengandung arti
yang dalam sekali. Penjelasannya sebagai berikut:
Pertama
Segala alam ini apa saja, seperti gambaran di atas, pada
hakikatnya tidak ada. Adanya alam oleh karena Allah Ta‘ala telah mengadakannya,
telah menciptakannya. Kalau bukan karena itu maka alam semuanya tidak ada
wujudnya. Maka adanya alam adalah suatu hal yang mendatang, yang dalam istilah
logika disebut dengan “Amrun ‘Aaridhiy” ( أمر عارضي )
Apabila kita lihat kepada hakikat alam itu adanya karena
di-adakan, tidak boleh adanya dengan berkendiri, dan tidak sunyi alam itu
daripada kekurangan-kekurangannya. Tidak sunyi alam itu dari kemiskinan dan
kefakirannya, dan antara satu alam dengan alam yang lain hubung menghubungi,
dan sebagainya dan sebagainya. Maka melihat kepada keadaan ini adalah wujudnya
alam bukanlah wujud hakiki. Wujudnya pada hakikatnya tidak ada, karena wujudnya
tersapu dengan kemaha-esaan Dzatnya Allah s.w.t.
Kedua
Bagaimanakah tersapu wujud alam ini dengan kemaha-esaan
Dzatnya Allah? Masalahnya begini: Yakni sebagaimana dimaklumi dalam ilmu
Tauhid, bahwasanya Allah s.w.t. bersifat dengan wahda-niyah pada Dzat dan
wahdaniyah pada sifat. Dan wahdaniyah Allah s.w.t. adalah wahdaniyah pada wujud
yang hakiki, yakni wujud yang tidak ada permulaan dan wujud yang tidak ada
kesudahan. Dzat yang bersifat dengan sifat wahdaniyah dalam wujud hakiki
mempunyai qudrat yang Maha Agung. Dan dengan qudratNya itu Allah Ta‘ala
menciptakan segala-galanya, asal saja segala sesuatu itu bersifat dengan mumkin,
bukan mustahil dan bukan wajib. Menciptakan dalam arti mengadakan, dari tidak
ada kepada ada, atau dari ada kepada tidak ada, atau dari ada serta mengekalkan
adanya, atau dari tidak ada serta mengekalkan ketiadaannya.
Dzat Allah dalam gambaran sedemikian rupa, apabila dilihat bahwa
Dia menjadikan alam ini dan menciptakan alam ini, yakni alam ini adanya
diciptakan olehNya, pada waktu kita melihat DzatNya bersifat dengan
Al-Wahidiyah. Apabila dilihat Dzat Allah s.w.t. yang Maha Sempurna dengan segala
sifat-sifatNya yang Maha Agung dan Maha Sempurna pula. Dilihat kepada itu saja
dan ditinjau kepada pengertian itu saja yang dilihat kepada hubungannya dengan
alam mayapada ini, maka Dzat Allah bersifat dengan Al-Ahadiyah.
Ketiga
Apabila kita bedakan Al-Ahadiyah dengan Al-Wahidiyahdalam
perbedaan secara misal dapat kita contohkan, Al-Ahadiyah itu adalah laksana
laut tanpa gelombang, sedang Al-Wahidiyah adalah laksana laut serta gelombang.
Allah s.w.t. laksana laut dan alam mayapada ini laksana gelombang. Gelombang
tidak ada apabila tidak ada laut dan gelombang itu ada karena digerakkan oleh
laut. Tetapigelombang bukanlah hakikat laut. Laut adalah laut dan gelombang adalah
gelombang. Janganlah gelombang dikatakan laut dan janganlah laut pula dikatakan
gelombang. Kita dapat melihat laut semata-mata, tapi jangan lihat gelombangnya.
Tetapi tidak mungkin memisahkan antara gelombang dari laut.
Maka demikianlah antara Allah s.w.t. dengan alam ini semua.
Allah Ta‘ala adalah Maha besar, Allah Ta‘ala adalah Maha Sempurna dengan segala
sifat-sifatNya yang Maha Agung dan Sempurna. Meskipun alam semuanya ini tidak
ada, atau meskipun alam mayapada ini membela-kangi dan tidak mengakui atas
ketuhananNya, Allah Ta‘ala tidak kecil dan Allah Ta‘ala tidak kurang. Tetapi
dia tetap atas kebesaranNya dan atas keagunganNya. Tidak besar Allah Ta‘ala
karena alam ini dan tidak agung Allah Ta‘ala karena alam ini tunduk dan patuh
kepada-Nya. Dia tetap Maha Besar dan Maha Agung. Apakah alam ini tunduk kepada-Nya
atau tidak. Melihat itulah maka Dzat Allah Ta‘ala bersifat dengan Al-Ahadiyah.
Laksana kita melihat laut, laut tetap laut, apakah ada ge-lombang atau tidak.
Bukan karena gelombang maka laut dikatakan laut. Tetapi adanya gelombang atau
tidaknya adalah sama saja. Dan melihat kepada alam ini diciptakan Allah, kalau
tidak Dia menciptakannya maka alam ini pasti tidak akan ada. Karena itu maka
alam berhajat kepada Allah dan tidak dapat melepaskan dirinya daripadaNya.
Oleh sebab itu maka wujud alam bukanlah wujud hakiki, tetapi wujud
Allah yang hakiki. Adanya alam adalah sekehendak Allah, tetapi mustahil
kebalikannya. Oleh sebab itu Dzat Allah yang Maha Esalah yang berkuasa atas
segala-galanya, dan yang menentukan atas segala-galanya. Maha Besar dan Maha
Agung wujud Allah yang bersifat dengan Maha Esa sedemikian rupa. Maka melihat
kepada kemaha-esaan Allah dalam hakikat wujud Allah beserta sifatNya, dan hal
keadaan itu terlihat pada alam mayapada ini adalah sebagai dalil atas
kemaha-esaanNya, ini disebut dengan Al-Wahidiyah, yakni Dzat Allah bersifat
dengan Maha Esa dan ini terlihat dalilnya pada alam ini keseluruhannya. Inilah
arti bahwa adanya gelombang karena digerakkan oleh air yang begitu banyak dalam
laut, maka hubungan laut dengan gelombang di mana hakikat- nya adalah pada
laut, maka inilah misal perumpamaan Dzat Allah yang bersifat dengan
Al-Wahidiyah.
Kesimpulan:
Wujud alam mayapada ini pada hakikatnya tidak ada, tetapi wujud
Allahlah yang betul-betul ada, baik lahir maupun bathin. Wujud Dzat Allah yang
bersifat lahir dan bathin itu dilihat oleh orang mukmin dengan kacamata iman,
melalui hati sanubarinya yang penuh dengan iman dan ihsan, tetapi wujud Allah
sedemikian rupa akan sama saja bagi orang yang hatinya belum ada kemantapan iman,
apalagi ihsan dalam berta‘abbud (beribadah) kepada Allah s.w.t. Dan wujud Allah
yang demikian pasti tidak akan terlihat oleh hati orang kafir, apalagi jika dia
berfahaman atheis. Na‘udzu billah.
Sumber :
"Hakikat Hikmah Tauhid dan Tasawuf"
Abuya Syeikh Prof. Dr. Tgk. H. Muhibbuddin Waly Al-Khalidy
Bagaimanakah Cara Kita Memandang Alam Ini ? (Abuya Muhibbuddin Waly)
Reviewed by Unknown
on
10:32 PM
Rating:
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhXKi6oJZpyXN9IuGqAY19cCbCapraOXrkReNG_VD9m9a0Hq65uYVymfNaJq2XHYs69NBkY5Zrs5iKZFSIJTRG-rosY0L87F2l7xHiIAx44EJO5h2a-UL94yhSkg40IXk9nFikmyJw99Q/s72-c/abuya+3.jpg)
No comments: