Top Ad unit 728 × 90

News

random

Apakah Tauhid Dzat Itu, Bagaimankah Cara Mengamalkannya ?



alwaliyah | Ilmu Tauhid Dzat, sebelum kita membahas Ilmu Tauhid Dzat, ada baiknya kita mengenal arti kata Ilmu Tauhid itu sendiri. Ilmu dan “Tauhid” adalah dua korelasi yang memberikan makna luas jika tidak disatukan antara keduanya. Ketika satu kata tauhid didefinisikan maka maknanya adalah satu, yaitu Mengesakan Allah SWT. Demikian juga arti kata Ilmu jika belum disandingkan kepada kata Tauhid, maka ia juga hanya bermakna khusus. Kata “Tauhid” dan “Ilmu” saat belum disandingkan keduanya terlihat lebih global dan belum ada sisi korelasi makna yang mengarah kepada satu tujuan.  Namun ketika kedua kata tersebut mulai disandingkan antara Ilmu dengan Tauhid maka pengertian diatas akan mempunyai arti yang megarah kepada satu definisi, tidak terpisah sepertimana diatas, keduanya akan berubah dari dua definisi berbeda menuju kepada arah tujuan yang sama, Dapat diambil kesimpulan bahwa arti global dari pegertian Ilmu Tauhid adalah suatu ilmu yang mengajarkan tentang segala cara, metode, dan jalan untuk menuju kepada Peng-Esa-an Allah SWT. Maka oleh karena itu apa yang dipelajari dalam ilmu tauhid merupakan pembelajaran untuk dapat menjadikan hakikat akuan diri seorang hamba kepada Allah SWT, meng- Esakan-Nya, meng-Agungkan-Nya bahkan membesarkan- Nya dalam setiap keadaan. Tentunya berjalan dengan beberapa metode dan cara yang diridhai oleh-Nya.


Nah kaum Muslimin dan muslimah yang dirahmati oleh Allah s.w.t, didalam ilmu tauhid ada terbagi lagi, yaitu ilmu Tauhid Dzat, Tauhid Sifat, Tauhid Af‟al dan Tauhid Asma. Nah sekarang kita bahas yang mana ilmu Tauhid Dzat itu, simak dan baca artikel berikut ini :



TAUHID DZAT

Secara global, makna dari Tauhid Dzat adalah mengesakan Dzat Allah SWT. meng-esa-kan dari segala dzat-Nya yang berbeda dari dzat manusia, mengimani bahwa dzat yang dimiliki-Nya tidaklah tersusun, terbentuk, ataupun sama sebagaimana dengan makhlukn- Nya.
Dzat dalam istilah umum menurut Abu Hasan Al- Jurjani berarti : 

 تُطْلَقُ عَلَى الْجِسْمِ وَغَيْرِهِ
“Di-itlaqkan (disifatkan) kepada jasmaniyah.

Namun jika secara istilah tauhid, dzat bukan tergolong kepada jasmniyah, karena pada hakikatnya Dzat Allah tidaklah berjasmani. Jika Allah berjasmani maka Ia akan sama seperti makhluknya, bahwa Ia memiliki tubuh, tersusun dan terstruktur, ini mustahil bagi Allah SWT. keadaan semcam ini disebut dalam Kitab Jauharatut Tauhid sebagai  Dzat Tasyabbuh, yaitu dzat yang memiliki penyerupaan.  

Secara definisi, Tauhid Dzat bisa diartikan sebagai wujud Allah tanpa berbentuk, berwarna, tersusun, terarah, terbeban dan tidaklah sama seperti manusai yang tersusun dari segala anggota tubuh, ada tangan, telinga, mata, hidung, perut dan sebagainya. Demikian juga kepada makhluk lainnya, seperti malaikat, makhluk halus dan ruh, yang pada hakikatnya juga semua itu berbentuk, tersusun dan memiliki persamaan antara satu dengan lainnya, untuk itu Allah mustahil demikian dan mustahil mempunyai persamaan dzat dengan yang lainnya.

Dzat memiliki beberapa makna, ada Dzat Hakiki, Dzat Majazi, Dzat Idhafi, Dzat Mutlaq dan Dzat Khas. Masing-masing dari beberapa penamaan dzat ini saling berlawanan, satu makna mengarah kepada dzat Allah dan yang lainnya kepada makhluknya.


Dzat Hakiki adalah dzat Allah yang akan selalu ada dan tidak akan pernah mati. Dzat hakiki sama penamaannya dengan dzat Khas. Sedangkan arti dari dzat majazi, yaitu dzat yang dimiliki oleh sekalian makhluk Allah, mereka wujud ada namun akan tiada dikemudian hari, ia akan mati dan tidaklah kekal seperti dzat Allah. Makna dalam dzat ini sama seperti Majazi, Idhafi dan Mutlaq. Penamaan ini sama arti namun berbeda pada penyebutan lafadznya.

Mentauhidkan dzat Allah adalah kewajiban mutlak, yaitu kewajiban yang tidak ada penghalang bahwa meng- Esa-kan Allah baik dimanapun, dalam kaeadaan apapun, bagaimana model yang ada maka mentauhidkan Allah pada dzat-Nya adalah wajib. Istilah mutlak berarti suatu kewajiban yang tidak ada penruksahnya, berbeda dengan wajib biasa bukan wajib mutlak, jika wajib biasa contohnya seperti puasa yang dasar hukumnya wajib akan tetapi dapat dirukhsah dengan beberapa ketentuan keadaan sehingga kewajiban puasa bisah diringkas. Untuk itu meyakini dan mengimani Allah dengan Tauhid Dzat hukumnya adalah wajib mutlak, tidak ada rukhsah didalamnya ataupun sebagainya.

Dzat Allah adalah wujud, Ia hidup dan tidak akan pernah mati, dzat Allah tidaklah tersusun dari bahan pendukung apapun, dzat Allah tidak terbuat dari unsur alam, Ia tidak memiliki masa konversi seperti maju, kedepan, kebelakang, besar, panjang, tinggi yang mempunyai batas, pendek, berat, ringan, kekiri, kekanan, ketas, kebawah, dan lain sebagainya. Mustahil bagi Allah demikian, memiliki masa, materi dan berada didalam waktu. Tidak seperti tuhan yang ada didunia ini, tuhan yang diciptakan oleh manusia, tuhan yang terunsur dengan alam, ada berat dan ringan mereka terbuat dari patung, api, pohon atau sebagainya.

Jika Allah seperti demikian, terkonvensi oleh masa maka Ia bukanlah Tuhan, karena Ia telah bergabung dengan materi dan waktu, ini artinya ia harus mengikuti perkembangan masa dan materi, jika tidak maka Ia akan mati karena tidak disertai dengan alat pendukungnya. Seperti contoh tuhan masa sekarang, terbuat dari patung misalnya, bahwa jika ia terorganisir dengan alam dibentuk dan diolah dari tangan manusia maka ia kedepan harus bergantungan dengan materi dan waktu, hasilnya tuhan berhala ini dari masa ke masa dengan perubahan iklim cuaca dan perbuahan zaman akan mengalami perubahan dari segala aspek, apakah berubah warnanya, posturnya, atau kekuatan berhalanya.  Jika tinggi maka ia akan pendek seketika karena alam, jika terbuat dari semen maka ia akan mudah hancur karena patah. Inilah tuhan alam, tuhan yang bukan tuhan, tuhan khayalan dan bukanlah tuhan, karena pada hakikatnya jika tuhan yang modelnya seperti demikian niscaya ia telah sama seperti makluknya, yaitu sama-sama membutuhkan materi dan alat pendukung untuk hidup seperti halnya manusia. Bisa dikatakan bahwa tuhan semacam ini akan mengalami kematian, karena apapun yang menyatu dengan alam niscaya ia akan berubah dan musnah seperti alam, maka Allah SWT mustahil seperti ini, Ia suci dari segala penyerupaan dari seluruh makhluk-Nya, Ia tidak terorganisir oleh alam dan tidak sama seperti kesamaan- kesamaan yang ada, baik didunia dan alam semesta.

Allah Berfirman :
فَاطِرُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۚ جَعَلَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا وَمِنَ الْأَنْعَامِ أَزْوَاجًا ۖ يَذْرَؤُكُمْ فِيهِ ۚ لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ ۖ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
“(Dia) Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikan bagi kamu dari jenis kamu sendiri pasangan-pasangan dan dari jenis binatang ternak pasangan- pasangan (pula), dijadikan-Nya kamu berkembang biak dengan jalan itu. tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha mendengar dan melihat.” (Asyuraa : 11)

Mengimani dan meyakini atas Dzat Allah, yaitu Dzat yang tidak ada unsur oleh alam, baik terkonvensi atau bersatu dengan materi dan waktu adalah merupakan kewajiban bagi seluruh mukallaf muslim untuk mempercayai ke-Maha Sucian-Nya Allah atas yang demikian itu. Maka inilah yang disebut dengan istilah Tauhid Dzaaty, atau mentauhidkan Allah dengan Dzat- Nya yang tidak meyerupai segala sesuatu dengan yang lainnya, tidak memiliki sifat persamaan dari diri-Nya dengan seluruh alam dan segala makhluk, baik yang ada didunia ini ataupun alam semesta. Sepertimana yang telah diterangkan oleh Allah dalam firman-Nya.

Dzat Allah tidak memiliki tempat dan tidak membutuhkan tempat walaupun Ia menciptakan segala tempat tapi ia tidaklah bertempat. Selain itu Dzat Allah tidak memiliki posisi tempat, seperti sebahagian orang memandang bahwa Allah diatas. Cara pandang ini sangatlah salah, Allah tidaklah diatas tidak dibawah atau Allah tidak dimana-mana namun Allah adalah wujud, ada namun tidak memiliki tempat dan posisi. Hal ini perlu dipahami baik-baik karena diantara umat muslim hari ini terkadang menganggap Allah ada dimana-mana, atau Allah ada diatas. Bentuk pemahaman semacam ini tidaklah dibenarkan, karena jika Allah diatas maka sama artinya Ia bertempat, untuk itu jika Ia bertempat atau Ia diatas maka akan mudah ditanggapi oleh akal bahwa setiap apapun yang bersifat atas pastilah ada sifat yang dibawah, jika ada sebelah kanan maka ada yang sebelah kiri, maka mustahil Allah seperti ini. Dzat Allah tidaklah diatas dan juga tidak dibawah. Begitu juga anggapan sebahagian orang yang mengatakan bahwa Allah ada dimana-mana, hal ini jugalah salah karena pada hakikatnya Allah tidaklah dimana-mana, jika demikian maka sama artinya Allah adalah banyak, terbilang dan bukanlah esa anggapan demikian jugalah salah dan tidak dibenarkan bagi seorang muslim memiliki cara pandang semacam ini, karena akan membawa kepada anggapan yang tidak-tidak.


Kesimpulannya adalah bahwa Dzat Allah tidaklah sama seperti dzat-dzat yang lain, Allah tidak diatas tidak dibawah, tidak berdiri tidak duduk seperti duduk dan berdirinya para makhluk, Ia tidak demikian, Ia tidak memiliki arah, masa, materi, dan waktu, Ia suci dari segala apa yang ada, baik kecil ataupun yang besar, baik yang ada di dalam bumi atau diluar bumi, baik yang terlihat ataupun yang tidak terlihat, Allah suci dari sifat- sifat ini. Demikianlah maksud dari Tauhid Dzat dalam hal ini, mengesakan Allah dari sifat-sifat yang tidak layak pada-Nya dan meng-esa-kan Dia dengan dzat yang maha suci dari kotoran-kotoran alam, materi dan waktu.    


Untuk itu Tauhid Dzat adalah katagori tauhid yang wajib dipelajari, dipahami, diresapi dan mengimaninya bagi setiap diri mukallaf muslim. Dalam hal ini Allah menyuruh hamba-Nya untuk mengesakan diri-Nya didalam surat al-Ikhlas, sebagai berikut :


قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ , اللَّهُ الصَّمَدُ , لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ , وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ

1. Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang Maha Esa. 2. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. 3. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan, 4. dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia."



Hukum belajar Tauhid Dzat adalah wajib, sepertimana yang telah dijelaskan oleh Abuya Prof. Dr. Tgk Muhibbuddin Waly didalam bukunya : 


“Wajib atas setiap manusia muslim yang sudah sampai umur dan mempunyai akal yang sehat, mengetahui tentang Dzat Allah SWT. Bahwa Dzat Allah ta‟ala itu adalah wajib wujudnya dan akal tidak dapat menerima bahwa Dia tidak mawjud. Hal keadaan ini berdasarkan ciptaan-ciptaan-Nya yang semua manusia berakal tidak dapat menolaknya hal keadaan ini. Dan dzat Allah SWT itu pula mempunyai sifat-sifat kesempurnaan dan Kemahasucian dari segala sifat kekurangan.”


Sumber :
"Risalah Tauhid Al-Waliyah" 
Tgk.Habibie M.Waly, S.TH
Apakah Tauhid Dzat Itu, Bagaimankah Cara Mengamalkannya ? Reviewed by Unknown on 8:16 PM Rating: 5

No comments:

© 2018, Al Waliyah. All right reserved.
Powered By Blogger, Touched by Iqbal Mauludy

Contact Form

Name

Email *

Message *

Powered by Blogger.