Top Ad unit 728 × 90

News

random

Benarkah Ayah & Ibunda Rasulullah SAW Termasuk Ahli Neraka ?

alwaliyah | Banyak yang beranggapan bahwa Ayah dan Ibu Rasulullah termasuk ahli neraka dan mereka akan dimasukkan Allah kedalamnya dan mengalami siksaan sepertimana yang terjadi juga terhadap mereka yang durhaka kepada Allah SWT. Adapun dasar timbulnya pendapat ini adalah merujuk kepada sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Imam Muslim R.A, bahwa Nabi SAW pernah bersabda dalam satu hadisnya  :

أَنّ رَجُلاً قَالَ: يَا رَسُولَ اللّهِ، أَيْنَ أَبِي؟ قَالَ: فِي النّارِ. فَلَمّا قَفّى دَعَاهُ فَقَالَ: إِنّ أَبِي وَأَبَاكَ فِي النّارِ
"Salah seorang sahabat bertanya, ‘Wahai Rasulullah, di manakah kini ayahku?’ Nabi Muhammad SAW menjawab, ‘Di neraka.’ Ketika orang itu berpaling untuk pergi, Nabi Muhammad SAW memanggilnya lalu berkata, ‘Sungguh, ayahku dan ayahmu berada di dalam neraka,’” (HR Muslim). 

Namun benarkah demikian kenyataannya ? Apakah memang ayah dan ibu Rasulullah yang telah melahirkan seorang yang suci lagi bersih juga termasuk ahli neraka ? lalu bagaimanakah dengan makna fatrah (zaman tiada nabi dimulai dari Nabi Isa hingga Muhammad SAW) apakah ayah rasulullah masuk dalam zaman tersebut ?. bagaimankah cara menjelaskan ini.  


Untuk menjawab beberapa pertanyaan ini tentunya harus dipakaikan beberpa tinjauan pembantu agar makna hadist tersebut terlihat secara jelas. Memang, pada kenyataanya Rasulullah pernah menyebut langsung bahwa ayah beliau adalah ahli neraka. Namun perlu diketahui bahwa hadist ini masih dalam makna umum (‘amiyah) belum memiliki tinjauan khususnya tentang siapakah yang dimaksudkan “ayah” pada hadist tersebut.

Maka oleh sebab tidak terdapatnya satu kata jelas langsung dari Al-Qur’an atau Hadist yang mengatakan bahwa Orang Tua Nabi adalah kafir maka para ulama dan muhaddisin mengkorelasikan keberadaan hadist tersebut dengan dibantu sisi takhsis (dibantu dari hadist lain). Jika hadist ini diamalkan hanya satu arah saja maka lafadz yang terkadandung didalamnya juga menunjukkan makna yang satu juga, artinya adalah lafadz “Abi” akan mengarah pada “ayah” dan ini masih umum maknanya. Selain itu ‘adat dan kebiasaan tata bahasa bangsa arab harus diperhatikan, sepertimana diatas bahwa kata “ayah” bisa kepada maknanya adalah “paman” bukanlah ayah Rasulullah.  

Itulah sebabnya mengamalkan hadist ini tidak boleh pada satu makna hadist saja namun harus dibantu dengan hadist yang lainnya. Selain itu mengamalkan hadist tersebut jugalah harus melihat tinjauan korelasi dari realita kehidupan Rasulullah SAW. Hal ini tentunya menjadi keharusan kita untuk melihat lebih jelas arti sesungguhnya dari kata “Abi” dalam hadist tersebut, siapakah sesungguhnya yang dimaksudkan oleh baginda Muhamamd ?. Oleh karenanya satu lafadz arab bisa saja memiliki banyak makna, yang didalam ilmu mantiq hal ini disebut Lafadz Istyrak (satu lafadz banyak arti atau makna). Mislakan sepertimana yang telah dijelaskan diatas, bahwa kata “Abi”, yang artinya “ayah”.  Bukan hanya tertuju pada makna “ayah kandung” namun akan tetapi bisa saja “ayah” atau “Abi” mengarah kepada laqab paman-paman beliau, seperti Abu Thalib, Abu Abbas, Abu Hamzah dan Abu Lahab, karena memang bagi nabi sendiri paman beliau ini terkadang dianggap sebagaimana ayah kandung, sama seperti halnya kecintaan beliau terhadap Abu Thalib yang telah membimbingnya, melindunginya, membesarkannya dan bahkan memberi izin kepadanya untuk menyebarkan agama Allah SWT.

Hal ini sama seperti halnya Nabi Ibrahim A.S yang pernah memanggil “Azar” sebagai “abi” (ayah). Namun pertanyaannya adapakah memang azar itu adalah ayah beliau ?

Para ulama berbeda pendapat tentang penyebutan azar sebagai ayah, karena dibeberapa tempat mengatakan bahwa azar bukanlah ayah beliau, akan tetapi ia adalah pamannya. Adapun yang mengatakan bahwa azar bukanlah ayah beliau namun ia adalah paman beliau adalah berdasarkan arahan hadist dan beberapa pendapat para ulama :

Pertama : Imam Baihaqi
“Sesungguhnya ayah Ibrahim yang hakiki adalah orang lain dan bukan Azar. Tetapi Al-Qur'an tidak menjelaskan namanya. Dalam riwayat-riwayat Syiah namanya adalah Tarikh. Kitab Taurat pun mengokohkan pandangan ini”[1]

Kedua : Syeikh Fadhil bin Hasan
Ummu Salamah, isteri Rasulullah Saw berkata: "Aku pernah mendengar Rasulullah Saw bersabda: "Adnan adalah Ad putera Udud bin Ilyasa' bin Humaisa' bin Salaman bin Nabat bin Haml bin Qaidar bin Ismail bin Ibrahim As bin Tarikh bin Takhur bin Sarukh bin Ar'awa' bin Faligh bin 'Abir dan dia adalah Hud As bin Syalikh bin Arfakhsyad bin Sam bin Nuh As bin Lamak bin Matusylakh bin Akhnukh, dia adalah Idris bin Yarid bin Mahlail bin Qainan bin Anusy bin Syits bin Adam As; bapak manusia.”[2]

Ketiga : Syeikh Kulaini
“Karena itu, ayah Ibrahim adalah Tarikh, sedangkan Azar adalah pamannya”[3]

Adapun ayat yang menerangkan penyebutan “Abi” ketika Nabi Ibrahim memanggil azar adalah terdapat didalam surat Al-baqarah ayat 114, sebagai berikut :

“Dan permintaan ampun dari Ibrahim (kepada Allah) untuk bapaknya tidak lain hanyalah karena suatu janji yang telah diikrarkannya kepada bapaknya itu. Maka, tatkala jelas bagi Ibrahim bahwa bapaknya itu adalah musuh Allah, Maka Ibrahim berlepas diri dari padanya. Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut hatinya lagi Penyantun.”

Jika para ulama hadist dan tafsir mengatakan bahwa kata “Ab” adalah paman bukanlah ayah, maka demikian juga halnya Rasulullah SAW bisa jadi yang dimaksudkan oleh Rasulullah kata “Abi” adalah pamannya, yaitu Abu Thalib, bukanlah ayahnya.

Sampai disini, maka kita telah mendapat satu kesimpulan kecil bahwa sesungguhnya dengan beberapa korelasi diatas, yaitu : 

1. Korelasi Adat Tata Bahasa Arab
2. Korelasi Realita Kehidupan Rasulullah
3.  Korelasi Kisah yang terjadi Pada Nabi Ibrahim

Maka makna hadist Nabi bahwa Ayah Beliau adalah ahli neraka bukanlah mengarah kepada Abdullah namun jatuh kepada Abu Thalib.

Kesimpulan diatas belumlah cukup jika tidak ditinjau pada beberapa kaedah hadist dan ushul lainnya. Oleh karenanya untuk memperjelas lagi status penyebutan siapakah maksud “ayah” yang dimaksudkan didalam hadist tersebut adalah dengan menggunakan sistem “Takhsis Hadist bil hadist” yaitu suatu metode ushul dengan meninjau satu korelasi dalil yang satu dengan menguatkan dari dalil yang lainnya.

Adapun hadist yang menyatakan bahwa “Abi” bukanlah makna “ayah kandung” nabi diatas adalah di-Takhsiskan dengan hadist beliau lainnya yang menceritakan tentang nasab turunan beliau sebagai berikut :

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ مِهْرَانَ الرَّازِيُّ ، وَمُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ سَهْمٍ جَمِيعًا ، عَنْ الْوَلِيدِ ، قَالَ ابْنُ مِهْرَانَ : حَدَّثَنَا الْوَلِيدُ بْنُ مُسْلِمٍ ، حَدَّثَنَا الْأَوْزَاعِيُّ ، عَنْ أَبِي عَمَّارٍ شَدَّادٍ ، أَنَّهُ سَمِعَ وَاثِلَةَ بْنَ الْأَسْقَعِ ، يَقُولُ : سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، يَقُولُ : " إِنَّ اللَّهَ اصْطَفَى كِنَانَةَ مِنْ وَلَدِ إِسْمَاعِيلَ ، وَاصْطَفَى قُرَيْشًا مِنْ كِنَانَةَ ، وَاصْطَفَى مِنْ قُرَيْشٍ بَنِي هَاشِمٍ ، وَاصْطَفَانِي مِنْ بَنِي هَاشِمٍ "
“Telah sampai kepada kami oleh Muhammad bin Mihran Ar-Razi, Muhammad bin Abdur Rahman bin Sahmi Semuanya, dari al-Walid telah berkata ibnu Mihran : telah sampai kepada kami oleh al-walid bin muslim, telah sampai kepada kami oleh Al-Auza’i, dari Abi ‘Ammar Syidad, bahwasanya ia pernah mendengar Watsilah bin Al-Asqa’, Rasulullah SAW pernah bersabda : “Sesungguhnya Allah hmemilih (bani) Kinanah dari Bani Isma’il. Ia pilih Quraish dari Bani Kinanah. Ia pilih Bani Hasyim dari Quraish. Dan Ia pilih aku dari Bani Hasyim. (H.R Muslim : no.4228)

Hadist ini jelas menunjukkan bahwa Rasulullah dilahirkan dari orang-orang shaleh dan baik bukanlah dari orang kafir.

Hal ini Rasulullah sendiri menyebutkan dalam hadistnya, beliau bersabda :

اَيْ فِي أَصْلَابِ الآبَاءِ، آدَمَ وَنُوح وَ إِبْرَاهِيم حَتَّى أَخَرَجَهُ نَبِيًّا
“Allah melihat perbuhan gerak kejadian Nabi Muhammad SAW di tulang sulbi Adam, kemudian Nuh, kemudian Ibrahim, hingga Ia (Allah) mengeluarkan Muhammad (SAW) sebagai seorang Nabi”.[4]

Inilah sistem takhsis hadis dengan hadist, bahwa hadist yang menyebutkan ayah nabi masuk neraka dapat ditakhsiskan dengan hadist ini. Artinya hadist pertama dapat dikorelasikan dengan hadist kedua. Jadi kesimpulan pertama adalah bahwa kata “Abi” atau ayah dalam hadist tersebut bukanlah Abdullah, bisa jadi yang lainnya.

Lalu bagaimanakah jika ada pertanyaan bahwa Rasulullah SAW pernah mendoakan ibunya Aminah lalu Allah tidak mengizikannya ?, sepertimana yang pernah dikatakan beliau dalam hadsitnya :

إِنَّ القَبْرَ الَّذِي جَلَسْتُ عِنْدَهُ قَبْرُ آمِنَة، وَإِنِّي اسْتَأْذَنْتُ رَبِّي فِي زِيَارَتِهَا فَأَذِنَ لِي
“Perlu diketahui bahwa kubur yang aku duduk di sampingnya adalah kubur Aminah (ibuku). Aku meminta izin pada Rabbku untuk diperbolehkan menziarahi kubur ibuku. Lantas aku diizinkan.”

Hadist ini shahih, namun sedikitpun didalamnya tidak disebutkan oleh Rasulullah bahwa aminah adalah ahli neraka atau ia adalah kafir. Disini Allah melarang menziarahi kubur ibu baginda Nabi bukan karena ia adalah kafir atau ahli neraka, namun bisa saja disebabkan karena satu alasan lainnya.
Lantas bagaimanakah jika ada ayat Al-Qur’an tertuliskan :

مَا كَانَ لِلنّبِيّ وَالّذِينَ آمَنُوَاْ أَن يَسْتَغْفِرُواْ لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوَاْ أُوْلِي قُرْبَىَ مِن بَعْدِ مَا تَبَيّنَ لَهُمْ أَنّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ
“Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat (nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka jahanam.” (QS. At-Taubah : 113).

Sama seperti diatas, bahwa ayat tersebut juga tidak menyebutkan secara jelas bahwa ayah nabi dan ibu beliau adalah ahli neraka ataupun keduanya tergolong kepada kafir. Perhatikan kata “Musrikin” diatas, lafadz ini masih umum tidaklah khusus pada satu makna lainnya. Ayat ini juga tidak dijelaskan secara khusus, bahwa musrikin yang syirik dimasa rasulullah ataupun sebelumnya.

Lalu bagaimanakah dengan orang-orang yang hidup sebelum Rasulullah lahir, dengan syariat siapakah mereka beriman padahal Rasulullah belum dilahirkan, lantas sesuaikah bahwa kaum terdahulu sebelum lahirnya Rasulullah juga disebut sebagai musrikin padahal mereka hidup sebelum Nabi Muhammad hidup ?

Pertanyaan ini dijawab Allah langsung pada ayat yang lain :
  
“Barangsiapa yang berbuat sesuai dengan hidayah (Allah), Maka Sesungguhnya Dia berbuat itu untuk (keselamatan) dirinya sendiri; dan Barangsiapa yang sesat Maka Sesungguhnya Dia tersesat bagi (kerugian) dirinya sendiri. dan seorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang lain, dan Kami tidak akan meng'azab sebelum Kami mengutus seorang rasul.” (Al-Isra : 15).

Sampai disini maka dapat kita ambil kesimpulan kedua, bahwa hadist yang menyatakan bahwa kata “Abi” tersebut diatas bukanlah “Abdullah”atau ayah kandung beliau, namun tertuju kepada Paman Beliau, Abu Thalib.

Selain itu hadist tersebut diatas para ulama berbeda pendapat mengenai makna hadist yang dikatakan bahwa ayah nabi masuk neraka. Dalam kitab Syarah Muslim yang ditulisnya menunjukkan secara jelas posisinya seperti keterangan berikut ini.

قوله ( أن رجلا قال يا رسول الله أين أبي قال في النار فلما قفى دعاه فقال إن أبي وأباك في النار ) فيه أن من مات على الكفر فهو في النار ولا تنفعه قرابة المقربين وفيه أن من مات في الفترة على ما كانت عليه العرب من عبادة الأوثان فهو من أهل النار وليس هذا مؤاخذة قبل بلوغ الدعوة فان هؤلاء كانت قد بلغتهم دعوة ابراهيم وغيره من الأنبياء صلوات الله تعالى وسلامه عليهم وقوله صلى الله عليه و سلم أن أبي وأباك في النار هو من حسن العشرة للتسلية بالاشتراك في المصيبة ومعنى قوله صلى الله عليه و سلم قفي ولى قفاه منصرفا

Artinya, “Pengertian hadits ‘Seorang lelaki bertanya, ‘Wahai Rasulullah, di manakah kini ayahku?’ dan seterusnya, menunjukkan bahwa orang yang meninggal dalam keadaan kufur bertempat di neraka. Kedekatan kerabat muslim tidak akan memberikan manfaat bagi mereka yang mati dalam keadaan kafir. Hadits ini juga menunjukkan bahwa mereka yang meninggal dunia di masa fatrah (masa kosong kehadiran rasul) dalam keadaan musyrik yakni menyembah berhala sebagaimana kondisi masyarakat Arab ketika itu, tergolong ahli neraka. Kondisi fatrah ini bukan berarti dakwah belum sampai kepada mereka. Karena sungguh dakwah Nabi Ibrahim AS, dan para nabi lainnya telah sampai kepada mereka. Sedangkan ungkapan ‘Sungguh, ayahku dan ayahmu berada di dalam neraka’ merupakan ungkapan solidaritas dan empati Rasulullah SAW yang sama-sama terkena musibah seperti yang dialami sahabatnya perihal nasib orang tua keduanya. Ungkapan Rasulullah SAW ‘Ketika orang itu berpaling untuk pergi’ bermakna beranjak meninggalkan Rasulullah SAW.” (lihat Imam An-Nawawi, Al-Minhaj Syarah Shahih Muslim Ibnil Hajjaj, Dar Ihyait Turats Al-Arabi, Beirut, Cetakan Kedua, 1392 H).

Jadi kesimpulannya dari penjelasan yang telah dibahaskan diatas adalah bahwa :

1. Ayah dan Ibu Nabi bukanlah ahli neraka dan bukan termasuk kufur. Karena tidak dijelaskan secara nyata bahwa keduanya ahli neraka dan kufur.
2. Bahwa maksud “Abi” dalam hadist tersebut bukan ayah kandung beliau namun Pamannya, yaitu “Abu Thalib”.
3. Memahami dalil tidaklah dibolehkan hanya pada satu hadist saja, namun harus ditinjau dari beberapa segi Kaedah Hadist dan Ushuliyah. Karena demikianlah cara pengamalan hukum hadist yang diapakaikan oleh para ulama-ulama terdahulu.

Inilah beberapa penjelasan mengenai Ayah dan Ibu Rasulullah SAW, apakah keduanya ahli neraka dan kufur atau keduanya termasuk ahli surga dan termasuk umat fatrah.
Semoga penjelasan ini bermanfaat, kita berharap selalu Rahmat Allah dan mendapat Syafaat Rasul kita, Muhamamd SAW. Amin.

Sumber : 
Tgk. Habibie M. Waly S.TH

Lihat videonya dibawah ini : 





[1] Baihaqi, Dalâil al-Nubuwwah, jil. 1, hal. 103, (Al-Maktabu Al-Syamilah).
[2] Thabarsi, Fadhl bin Hasan, I'lâmi al Warâ bi A'lami al-Hudâ, hal. 6.
[3] Kulaini, Raudhat al-Kâfi, Terj. Kamerei, jil. 2, hal. 327, Cet. Darul Al-Kutub Al-Islamiyah, Tehran, th. 1365 Sy.
[4] Imam Al-Qurthubi, al-Jami’ lil Ahkam al-Qur’an, Juz.XIII (Dar ‘Alam al-Kubut, 1423), hal. 144
Benarkah Ayah & Ibunda Rasulullah SAW Termasuk Ahli Neraka ? Reviewed by Unknown on 11:20 PM Rating: 5

No comments:

© 2018, Al Waliyah. All right reserved.
Powered By Blogger, Touched by Iqbal Mauludy

Contact Form

Name

Email *

Message *

Powered by Blogger.