Kisah Hamba Allah Yang Mati Karena Naman-Nya (Abuya Syeikh Muhibbuddin Waly)
Al-Waliyah | Dalam
sebuah pengajian kitab Al-Hikam, terdapat suatu kata hikmah yang sangat
bermanfaat, kajian ini tertulis dalam sebuah kisah fakta yang dialami oleh
seseorang hamba Allah. Ia mengalami getaran yang sangat kuat saat mendengar dan
meresapi kalimat Allah. Bukan karena Allah menunjukkan kebesarannya kepada diri
seorang hamba tersebut, bukan karena bencan ataupun keajaiban alam, akan tetap
hanya semata karena nama-Nya. Hanya Nama-Nya sajalah yang membuat hamba ini
pingsan hingga ia mati disebabkan nama Allah. Yang menjadi pertanyaan kita
disini, bagaimanakah kisahnya seorang hamba itu dapat mati karena sekedar nama
Allah ?
Syeikh
Imam Ibnu Athaillah pernah berkata dalam Al-Hikam-nya sebagai berikut :
﴿ أَنَارَ الظَّوَاهِرَ
بِأَنْوَارِ آثَارِه، وَأَنَارَ السَّرَائِرَ بِأَنْوَارِ أَوْصَافِه، لِأَجْلِ
ذٰلِكَ أَفَلَتْ أَنْوَارُ الظَّوَاهِر، وَلَمْ تَأْفَلْ أَنْوَارُ الْقُلُوْبِ
السَّرَائِر، وَلِذٰلِكَ قِيْلَ: إِنَّ شَمْسَ النَّهَارِ تَغْرُبُ بِاللَّيْل، وَشَمْسَ
الْقُلُوْبِ لَيْسَتْ تَغِيْب ﴾
“Allah telah menerangi alam-alam lahiriah ini dengan
pengaruh cahaya (atsar) bekas-bekas sifat-sifatNya, dan Dia telah menerangi segala
sesuatu yang tersembunyi dalam hati dengan cahaya sifat-sifatNya itu. Karena
itu cahaya-cahaya lahiriyah bisa hilang dan lenyap, sedangkan cahaya-cahaya
hati dan rahasia-rahasianya tidakmungkin hilang dan sirna.”
-
(Kalam Hikmah ke-103) -
Abuya
Syeikh Muhibbuddin Waly pernah menjelaskan bahwa makhluk manusia senantiasa
berhajat selama-lamanya kepada Allah s.w.t., karena itu maka tenang jiwanya dan
tentram hatinya, sehingga apabila hatinya berhubungan atau terikat dengan
selain Allah, maka ketenangan dan ketenteraman yang telah mereka rasakan bisa
jadi liar dan pudar, sehingga gelisah keadaannya, dan kasar perasaannya.
Seorang
alim besar Tasawuf bernama Asy-Syibly r. a., pada suatu hari di majlis ta‘lim
di mana beliau mengajar di dalamnya, ketika beliau mengajar sekonyong-konyong,
keluar dari mulutnya, sebutan nama Allah dengan hebat sekali. Maka seorang pemuda
yang sedang mengikuti majlis ta‘lim itu terpekik seketika dan lantas dia pun
meninggal dunia. Maka famili-familinya membawa masalah tersebut ke muka
pengadilan, yang pada masa itu di bawah kekuasaan Sultan secara langsung.
Mereka menuduh bahwa anak mereka mati itu adalah karena Syeikh Asy-Syibly. Maka
Sultan memanggil Asy-Syibly dan berkata kepadanya: “Apa pendapatmu tentang
tuduhan itu dan benar-kah seperti apa yang dituduhkan itu?” Beliau menjawab:
“Wahai Amirul Mukminin! Rupanya anak muda yang telah meninggal itu rohnya
bersih, rohnya halus, taat dan patuh pada Allah. Rohnya rupanya mendengar
dengan perhatian yang dalam, rupanya rohnya itu terkejut dengan panggilan
Allah, maka rohnya memperkenankan seruan panggilanNya. Dari itulah, dan karena
itulah, rohnya kembali kepada Allah s.w.t. apakah yang demikian itu merupakan
kesalahan saya dan dosa saya?”
Demi
mendengar jawaban Asy-Syibly, maka Sultan pun dengan serta-merta menangis
tersedu-sedu. Kemudian Sultan berkata kepada keluarga pemuda yang telah meninggal
itu, kata Sultan: “Biarkanlah Tuan guru Asy-Syibly dalam menjalankan tugasnya
membimbing manusia ke jalan Allah. Beliau tidak bersalah dan beliau tidak
berdosa dalam kejadian ini...”
Demikianlah
hati hamba Allah yang shaleh. Cahaya hatinya yang bersumber dari Nur Ilahi,
adalah menerangkan hubungan yang begitu akrab antara hamba dengan Allah. Dan
manusia yang telah mendapat cahaya itu dari Allah s.w.t. tidak membedakan lagi
antara para hamba-Nya. Apakah Allah melimpahkan cahayaNya itu kepada orang berilmu
ataukah kepada orang awam. Sama saja antara mereka. Tetapi yang penting
barangsiapa yang betul-betul telah berusaha membersihkan wadah hatinya dari
serba macam penyakit hati di samping mening-katkan ibadat dan dzikirnya kepada
Allah s.w.t., orang-orang yang demikian itulah yang akan mendapatkan limpahan
nur cahaya yang memperkuat iman dan yakinnya dalam mengamalkan ajaran agamaNya
dalam arti yang luas. Baik ibadat lahiriah maupun ibadat bathiniahnya. Ibadat
lahiriah menurut tuntunan syari‘at agama. Dan ibadat bathiniah menurut ajaran
Tauhid dan Tasawuf.
Makna Kisah :
Apabila
alam lahiriah ini dapat diterangi dengan cahaya matahari, bulan, bintang dan
sebagainya, maka demikian pulalah alam hati manusia dapat bersinar lebih jauh
dengan ilmu-ilmu yang memper-dalam kepada iman dan tauhid. Yakni ilmu-ilmu yang
memperdekat perkenalan kita kepada Allah s.w.t. Ilmu-ilmu itulah yang disebut
dengan ilmu makrifat atau ‘uluumul ‘irfaaniyah. Tegasnya dalam bahasa kita,
ilmu-ilmu yang terus membawa kita kepada pendekatan-pendekatan kepada Tuhan
kita, Allah s.w.t. Ilmu-ilmu yang demikian itu, disebut dengan cahaya Allah
atau dengan “Nur Ilahi”. Apabila cahaya itu telah menerangi hati manusia, maka
jarang sekali cahaya itu akan padam dan lenyap, tetapi akan terus menerangi
seluruh ang-gota tubuhnya, sehingga berbekas pada penglihatan matanya untuk
melihat kebaikan. Dan akan berbekas pada mulutnya untuk berkata dengan
kata-kata yang benar. Berbekas pada tangan dan kakinya untuk menjangkau dan
melangkah pada yang baik dan seterusnya.
Wahai!
Alangkah indahnya dan alangkah tinggi nilainya manusia yang suci lahir
bathinnya. Karena itu tenteram dan tenanglah jiwanya. Bersih tubuh lahiriyahnya
dari mendurhakai Allah. Dengan demikian, tidak ragu lagi apabila manusia
sedemikian rupa dibantu oleh Allah s.w.t. dan diselamatkan olehNya dari dunia
yang fana ini ke akhirat yang kekal baqa.
Mudah-mudahan
kita diberikan taufiq dan hidayat kepada berjalan ke arah pedoman yang demikian
indah dan bernilai itu. Amin.
Sumber :
"Hakikat Hikmah Tauhid & Tasawuf"
Abuya Syeikh Muhibbuddin Muhammad Waly Al-Khalidy
Kisah Hamba Allah Yang Mati Karena Naman-Nya (Abuya Syeikh Muhibbuddin Waly)
Reviewed by Unknown
on
11:35 PM
Rating:
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhT8wOMC5vAG9UGjT7wYz_OBhS5E-tiP0Qzg_1ogKoMKDo3nMHQUVDxq6SD51ncivkX6lwF8cgkPsZ6V6kzgH2zx6SKlFAAHpSf7UoZPx2cyqUlAFVKTa-VnXBm7fAMGippAhI0WDXY5A/s72-c/abuya.jpg)
No comments: