Top Ad unit 728 × 90

News

random

Kisah Hamba Allah Yang Mati Karena Naman-Nya (Abuya Syeikh Muhibbuddin Waly)


Al-Waliyah Dalam sebuah pengajian kitab Al-Hikam, terdapat suatu kata hikmah yang sangat bermanfaat, kajian ini tertulis dalam sebuah kisah fakta yang dialami oleh seseorang hamba Allah. Ia mengalami getaran yang sangat kuat saat mendengar dan meresapi kalimat Allah. Bukan karena Allah menunjukkan kebesarannya kepada diri seorang hamba tersebut, bukan karena bencan ataupun keajaiban alam, akan tetap hanya semata karena nama-Nya. Hanya Nama-Nya sajalah yang membuat hamba ini pingsan hingga ia mati disebabkan nama Allah. Yang menjadi pertanyaan kita disini, bagaimanakah kisahnya seorang hamba itu dapat mati karena sekedar nama Allah ?


Syeikh Imam Ibnu Athaillah pernah berkata dalam Al-Hikam-nya sebagai berikut :

﴿ أَنَارَ الظَّوَاهِرَ بِأَنْوَارِ آثَارِه، وَأَنَارَ السَّرَائِرَ بِأَنْوَارِ أَوْصَافِه، لِأَجْلِ ذٰلِكَ أَفَلَتْ أَنْوَارُ الظَّوَاهِر، وَلَمْ تَأْفَلْ أَنْوَارُ الْقُلُوْبِ السَّرَائِر، وَلِذٰلِكَ قِيْلَ: إِنَّ شَمْسَ النَّهَارِ تَغْرُبُ بِاللَّيْل، وَشَمْسَ الْقُلُوْبِ لَيْسَتْ تَغِيْب ﴾
“Allah telah menerangi alam-alam lahiriah ini dengan pengaruh cahaya (atsar) bekas-bekas sifat-sifatNya, dan Dia telah menerangi segala sesuatu yang tersembunyi dalam hati dengan cahaya sifat-sifatNya itu. Karena itu cahaya-cahaya lahiriyah bisa hilang dan lenyap, sedangkan cahaya-cahaya hati dan rahasia-rahasianya tidakmungkin hilang dan sirna.”
- (Kalam Hikmah ke-103) -

Abuya Syeikh Muhibbuddin Waly pernah menjelaskan bahwa makhluk manusia senantiasa berhajat selama-lamanya kepada Allah s.w.t., karena itu maka tenang jiwanya dan tentram hatinya, sehingga apabila hatinya berhubungan atau terikat dengan selain Allah, maka ketenangan dan ketenteraman yang telah mereka rasakan bisa jadi liar dan pudar, sehingga gelisah keadaannya, dan kasar perasaannya. 

Seorang alim besar Tasawuf bernama Asy-Syibly r. a., pada suatu hari di majlis ta‘lim di mana beliau mengajar di dalamnya, ketika beliau mengajar sekonyong-konyong, keluar dari mulutnya, sebutan nama Allah dengan hebat sekali. Maka seorang pemuda yang sedang mengikuti majlis ta‘lim itu terpekik seketika dan lantas dia pun meninggal dunia. Maka famili-familinya membawa masalah tersebut ke muka pengadilan, yang pada masa itu di bawah kekuasaan Sultan secara langsung. Mereka menuduh bahwa anak mereka mati itu adalah karena Syeikh Asy-Syibly. Maka Sultan memanggil Asy-Syibly dan berkata kepadanya: “Apa pendapatmu tentang tuduhan itu dan benar-kah seperti apa yang dituduhkan itu?” Beliau menjawab: “Wahai Amirul Mukminin! Rupanya anak muda yang telah meninggal itu rohnya bersih, rohnya halus, taat dan patuh pada Allah. Rohnya rupanya mendengar dengan perhatian yang dalam, rupanya rohnya itu terkejut dengan panggilan Allah, maka rohnya memperkenankan seruan panggilanNya. Dari itulah, dan karena itulah, rohnya kembali kepada Allah s.w.t. apakah yang demikian itu merupakan kesalahan saya dan dosa saya?”

Demi mendengar jawaban Asy-Syibly, maka Sultan pun dengan serta-merta menangis tersedu-sedu. Kemudian Sultan berkata kepada keluarga pemuda yang telah meninggal itu, kata Sultan: “Biarkanlah Tuan guru Asy-Syibly dalam menjalankan tugasnya membimbing manusia ke jalan Allah. Beliau tidak bersalah dan beliau tidak berdosa dalam kejadian ini...”

Demikianlah hati hamba Allah yang shaleh. Cahaya hatinya yang bersumber dari Nur Ilahi, adalah menerangkan hubungan yang begitu akrab antara hamba dengan Allah. Dan manusia yang telah mendapat cahaya itu dari Allah s.w.t. tidak membedakan lagi antara para hamba-Nya. Apakah Allah melimpahkan cahayaNya itu kepada orang berilmu ataukah kepada orang awam. Sama saja antara mereka. Tetapi yang penting barangsiapa yang betul-betul telah berusaha membersihkan wadah hatinya dari serba macam penyakit hati di samping mening-katkan ibadat dan dzikirnya kepada Allah s.w.t., orang-orang yang demikian itulah yang akan mendapatkan limpahan nur cahaya yang memperkuat iman dan yakinnya dalam mengamalkan ajaran agamaNya dalam arti yang luas. Baik ibadat lahiriah maupun ibadat bathiniahnya. Ibadat lahiriah menurut tuntunan syari‘at agama. Dan ibadat bathiniah menurut ajaran Tauhid dan Tasawuf.

Makna Kisah :
Apabila alam lahiriah ini dapat diterangi dengan cahaya matahari, bulan, bintang dan sebagainya, maka demikian pulalah alam hati manusia dapat bersinar lebih jauh dengan ilmu-ilmu yang memper-dalam kepada iman dan tauhid. Yakni ilmu-ilmu yang memperdekat perkenalan kita kepada Allah s.w.t. Ilmu-ilmu itulah yang disebut dengan ilmu makrifat atau ‘uluumul ‘irfaaniyah. Tegasnya dalam bahasa kita, ilmu-ilmu yang terus membawa kita kepada pendekatan-pendekatan kepada Tuhan kita, Allah s.w.t. Ilmu-ilmu yang demikian itu, disebut dengan cahaya Allah atau dengan “Nur Ilahi”. Apabila cahaya itu telah menerangi hati manusia, maka jarang sekali cahaya itu akan padam dan lenyap, tetapi akan terus menerangi seluruh ang-gota tubuhnya, sehingga berbekas pada penglihatan matanya untuk melihat kebaikan. Dan akan berbekas pada mulutnya untuk berkata dengan kata-kata yang benar. Berbekas pada tangan dan kakinya untuk menjangkau dan melangkah pada yang baik dan seterusnya.

Wahai! Alangkah indahnya dan alangkah tinggi nilainya manusia yang suci lahir bathinnya. Karena itu tenteram dan tenanglah jiwanya. Bersih tubuh lahiriyahnya dari mendurhakai Allah. Dengan demikian, tidak ragu lagi apabila manusia sedemikian rupa dibantu oleh Allah s.w.t. dan diselamatkan olehNya dari dunia yang fana ini ke akhirat yang kekal baqa.

Mudah-mudahan kita diberikan taufiq dan hidayat kepada berjalan ke arah pedoman yang demikian indah dan bernilai itu. Amin.

Sumber : 
"Hakikat Hikmah Tauhid & Tasawuf"
Abuya Syeikh Muhibbuddin Muhammad Waly Al-Khalidy
Kisah Hamba Allah Yang Mati Karena Naman-Nya (Abuya Syeikh Muhibbuddin Waly) Reviewed by Unknown on 11:35 PM Rating: 5

No comments:

© 2018, Al Waliyah. All right reserved.
Powered By Blogger, Touched by Iqbal Mauludy

Contact Form

Name

Email *

Message *

Powered by Blogger.