Top Ad unit 728 × 90

News

random

Bagaimanakah Cara Mendapati Kehidupan Yang Diridhai Oleh Allah ?


Al-Waliyah | Apabila kalam hikmah yang lalu menegaskan pada kita, bahwa dunia ini tidak sunyi dari keruhan-keruhan, tidak sunyi dari segala sesuatu dimana pada umumnya tidak sejalan dengan kehendak kita, kemauan dan keinginan kita, tetapi kita selaku makhluk Allah yang dijadikan olehNya mempunyai akal dan fikiran, mempunyai hati dan perasaan dan juga mempunyai cita-cita dan maksud-maksud suci yang dipandang baik oleh akal dan perasaan kita.


Bagaimana kita akan sampai kepada tujuan dan cita-cita, tercapai dengan segera, dimana dengannya kita merasa bahagia; untuk mengetahui jalannya, yang mulia Al-Imam Ibnu Athaillah Askandary telah merumuskan dalam Kalam Hikmah beliau yang ke-25 sebagai berikut :
مَاتَوَ قَّفَ مَطْلَبُ أَنْتَ طَالِبُهُ بِرَبِّكَ, وَلَا تَيَسَّرَ مَطْلَبٌ أَنْتَ طَالِبُهُ بِنَفْسِكَ.
Tidak akan terhenti sesuatu jalan tujuan (apabila) anda menuntutnya(menghasilkannya) dengan Tuhan anda. Dan tidak akan mudah sesuatu Tujuan (jika) anda mencarinya dengan diri anda.”
Kalam Hikmah ini mengandung makna-makna sebagai berikut :
I.                    Segala cita-cita yang tercita dalam hati, maksudnya cita-cita yang baik, tidak akan sampai tanpa ada usaha. Berusaha untuk menghasilkan cita-cita itu apabila kita ingin supaya berhasil dengan mudah hendaklah disamping usaha itu kita harus berpegang kepada Allah s.w.t. Yakni hati kita tidak lupa kepadaNya, mudah-mudahan Dia menginzinkan tercapainya maksud dan tujuan kita itu.
Tetapi apabila kita mencapai cita-cita itu dengan semata-mata berpegang kepada kepandaian kita, kesungguhan dan ketekunan kita, yakni hati kita lupa dan lalai kepada Allah s.w.t maka yakinlah, bahwa akan timbul disana-sini kesulitan-kesulitan, kemacetan-kemacetan dan kesukaran-kesukaran. Dalam hal ini sama saja, tidak ada perbedaaan tentang maksud dan cita-cita, apakah sifatnya ke agamaan atau keduniawian yang membawa kepada kebaikan.

II.                 Arti mengejar cita-cita dengan Allah Ta’ala ialah, menyandarkan diri kita kepadanNya, tegasnya menyerahkan segala sesuatunya kepada Dia demi untuk mudah mencapai maksud dan tujuan. Atau dengan kata lain, demi terlaksananya apa yang dicita-citakan. Untuk itu tak dapat tidak harus ada pada kita 3 syarat :
1.        (Attafwiidhu fil muraadi) اَلتَّفْوِيْضُ فِيْ الْمُرَادَ
Yakni menyerahkan kepada Allah maksud dan tujuan atau cita-cita yang kita tekadkan. Serahkanlah kepada Allah maksud dan tujuan itu, apakah baik disisi Allah atau tidak. Jika baik padaNya semoga disampaikan olehNya dan jika tidak maka tidak. Hendaklah kita lepaskan diri kita dan hati kita dalam menentukan pilihan dan kita serahkan kepada Allah, meskipun kita berusaha untuk mencapai tujuan yang kita maksudkan.

2.       (Attawakkulu fit tahshiili) اَلتَّوَكُّلُ فِيْ التَّحْصِيْلِ
Tawakkal dan menyerah kepada Allah bagaimana menghasilkan maksud dan cita-cita. Meskipun kita berusaha dengan tenaga dan jalan-jalan yang kita hadapi, tetapi hati kita menyerah kepada Allah, semoga Allah memberikan petunjuk kepada kita tentang bagaimana sebaiknya mencapai maksud dan tujuan kita itu. Sebab kita tidak tahu, mungkin jalan-jalan yang sedang kita hadapi itu tidak membawa hasil untuk mencapai dan tujuan dan cita-cita. Kegagalan adalah suatu kerugian, karena kegagalan tidak kita kehendaki. Berhasil kepada tujuan, itulah yang kita maksudkan. Tetapi pada hakikatnya kita masih belum tahu jalan apakah yang sebaik-baiknya untuk kita mencapai tujuan dan cita-cita itu. Karena itu kita harus bertawakkal kepada Allah, supaya Allah memberi petunjuk kepada kita jalan yang diridhaiNya demi untuk sampai kita kepada tujuan dan cita-cita. Dalan hal ini teringat kepada wasiat Luqman Al-Hakim kepada puteranya.
Luqman berkata :
وَمِنَ الْاِيْمَانِ بِاللّٰهِ عَزَّوَجَلَّ : اَلتَّوَكُّلُ عَلَى اللّٰهِ, فَاِنَّ التَّوَكُّلَ عَلَى اللّٰهِ يُحِبُّ الْعَبْدَ, وَاِنَّ التَّفْوِيْضَ أِلَى اللّٰهِ مِنْ هَدْيِ اللّٰهِ,وَبِهَدْيِ اللّٰهِ يُوَافِقُ الْعَبْدُرِضْوَانَ اللّٰهِ, وَبِمُوَا فَقَةِرِضْوَانِ اللّٰهِ يَسْتَوْجِبُ الْعَبْدُ كَرَامَةَاللّٰهِ.
"Dan dari keimanan kepada Allah Azzawajalla adanya tawakkal kepada Allah, karena sesungguhnya  bertawakkal kepada Allah membawa cinta Allah pada hambaNya. Dan sesungguhnya menyerahkan diri kepada Allah adalah datang dari petunjukNya. Dan dengan petunjuk Allah itu bersesuaian (sihamba) dengan keridhaan Allah Ta’ala berati membawa si hamba itu dengan pasti kepada kamuliaan yang dikurniakan Allah.”
 Wasiat Luqman ini menerangkan kepada kita dengan jelas, bahwa pokok utama : Allah s.w.t mencintai seorang hambaNya apabila sihamba itu bertawakkal kepadaNya. Meneyerah diri kepadaNya berati hidayat dan petunjuk dari padaNya. Apabila Allah s.w.t telah memberikan petunjuk pada kita, maka kita akan tawakkal kepadaNya. Kalaulah Allah Ta’ala mencintai kita, berati Dia telah meridhai kita, dan keridhaan Allah Ta’ala adalah pangkal utama pada hamba untuk mencapai kemuliaan.

3.       (Al-Istiqqaamatu fit-tawajjuhi)أَلْاِسْتِقَا مَةُ فِيْ التَّوَ جُّهِ
Betul dan tetap dengan kontinyu pada menghadap hati kepada Allah dalam setiap gerak-gerik kita, tindak-tanduk kita dan apapun saja yang kita perbuat, lebih-lebih dalam mengerjakan amal ibadat. Lidah, hati dan perbuatan jasmaniah kita adalah sejalan. Tegasnya ingat kepada Allah disamping hati kita mengikuti apa yang sedang kita baca, serta perbuatan yang sedang kita kerjakan.
Apabila 3 syarat telah ada pada kita, maka pastilah maksud kita, tujuan kita dan cita-cita kita diperhatikan Allah s.w.t. Apakah tujuan dan cita-cita kita itu berhasil atau tidak. Karena pada hakikatnya bukanlah maksud kita itu untuk memperoleh tujuan dan dan cita-cita, tetapi pada hakikatnya untuk meredakan kepanasan gerak berhajat pada sesuatu. Kepanasan gerak itu atau hajat yang kuat pada sesuatu itu akan hilang disamping tawakkal kepada Allah s.w.t. Sebab akhir daripada taawakkal itu adalah ridha hati kita pada apa yang ditakdirkan Allah atas kita, apakah itu positif atau negatife. Atau dengan kata lain, apakah sifatnya wujud atau ada, ataukah sifatnya ‘adam atau tidak ada.

Apabila aqidah dan kepercayaan kita sudah merasakan demikian itu, maka hilanglah kegelisahan dan kesusahan, keraguan dan kejengkelan, jika mkasud yang kita tuju tidak disampaikan oleh Allah s.w.t. Sebab tidak disampaikan Allah sesuatu maksud yang kita hendaki, berati cita-cita kita sudah samp[ai. yakni kita sudah mengetahui, bahwa usaha kita selama ini belum diizinkan Allah s.w.t. Dan kita diperbolehkan lagi menurut hukum untuk berusaha kepada cita-cita itu.

III.               Mengejar sesuatu maksud, tujuan dan cita-cita, jangan sekali-kali kita berpegang kepada kekuatan kita dan daya kemampuan kita. Apabila kita berpegang seperti in, maka akan menimbulkan 3 kejadian pada diri kita :
1.        Kita telah berkeinginan untuk tercapainya cita-cita, sedangkan Allah kita lupakan.
2.       Perasaan kita merasakan bahwa usaha-usaha kitalah yang menyampaikan pada sesuatu maksud dan tujuan. Ini pun seabagai tanda juga bahwa kita tidak bertawakkal kepada Allah s.w.t
3.       Tidak ada taqwa dan istiqamah dalam berjuang untuk mencapai cita-cita adalah sebagai tanda juga bahwa kita mengemukakan dan mendahulukan nafsu dan keinginann kita dari pada berserah diri kepada Allah s.w.t.

Seandainya kita sampai juga kepada yang kita cita-citakan, tetapi kita tidak tawakkal, taqwa dan istiqomah kepada Allah s.w.t, maka cita-cita yang kita peroleh itu juga tidak akan memberi manfaat pada kita. Karena itu kita banyak melihat orang yang bercita-cita menjadi kaya raya, maka setelah kekayaan itu sudah diperolehnya, dia tidak mendapatkan hasil atau manfaat dari kekayaan itu. Misalnya karena badannya selalu sakit-sakit, tidak boleh makan nasi dan lain-lain. Maka tentu tidak ada faedah yang besar buat dirinya dari kekayaannya itu selain hanya sekedar melihat dan memiliki kekayaan itu semata-mata.

IV.               Kalaulah demikian maka tepatlah seperti apa yang telah dikatakan oleh seorang ahli Tasawuf bernama Amir bin Abdullah. Beliau berkata : “ setelah aku membaca tiga ayat dala Kitab Suci Al-Qur’an (membaca dengan faham yang dalam dan pengertiannya yang hakiki), maka dengan sebab arti yang terpenting dari tiga ayat itu aku mendapat pertolongan pada memecahkan problema-problema yang aku hadapi.” Tiga ayat itu ialah :
(1)    Firman Allah Ta’ala (Surat Yunus : 108)
وَإِنْ يَمْسَسْكَ اللَّهُ بِضُرٍّ فَلَا كَاشِفَ لَهُ إِلَّا هُوَ ۖ وَإِنْ يُرِدْكَ بِخَيْرٍ فَلَا رَادَّ لِفَضْلِهِ ۚ يُصِيبُ بِهِ مَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ ۚ وَهُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
“Jika Allah menimpakan sesuatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia. Dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu, maka tak ada yang dapat menolak kurnia-Nya. Dia memberikan kebaikan itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Dari Ayat ini aku berkata kepada diriku, demikian Amin bin Abdullah, jika Tuhan sudah menghendaki memelaratkan aku, maka tidak ada seorang pun (dari Makhluk-makhlukNya) yang dapat menyelamatkan daku. Dan jika Allah memberikan karuniaNya kepadaku, maka tiada pula orang lain yang dapat menghambatku (untuk tidak menerimanya).
(2)   Firman Allah ta’ala (Surat Al-Baqarah : 152)

فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوا لِي وَلَا تَكْفُرُونِ
Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.”

Karena Ayat ini aku tidak lupa mengingat Allah dan hilanglah kesukaran-kesukaran, sebab Allah tidak lupa mengingat hambaNya yang selalu ingat kepadaNya.
(3)   Firman Allah Ta’ala (Surat Hud : 6)

وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ إِلَّا عَلَى اللَّهِ رِزْقُهَا وَيَعْلَمُ مُسْتَقَرَّهَا وَمُسْتَوْدَعَهَا ۚ كُلٌّ فِي كِتَابٍ مُبِينٍ
Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh mahfuzh).

Ayat ini mendorong aku untuk bersumpah kepada Alah s.w.t bahwa semenjak aku membaca Ayat ini, aku tidak merasa susah lagi dari rezkiku sebab telah dijamin oleh Allah s.w.t. Dengan demikian aku merasa lega karenanya.

Kita teringat kepada seorang laki-laki yang datang setiap pagi meminta-minta kerumah Sayyidina Umar bin Al-Khatthab r.a. Setelah sekian kalinya ia meminta kepada Umar, maka suatu pagi ia datang lagi karena maksud meminta. Umar berkata kepadanya : “Saudara! Apakah anda mengharapkan sesuatu itu kepada Umar atau kepada Allah ? pergilah anda dari sini dan pelajarilah Al-Qur’an, sebab Al-Qur’an dapat mengayakan anda (mencukupi anda) tanpa datang mengemis setiap pagi kepintu-pintu rumah orang.” Laki-laki itu pun pergi dan tidak muncul-muncul lagi dalam waktu yang lama. Sehingga Umar merasa kehilangan karenannya. Umar bertanya kesana-sini tentang laki-laki itu, maka ditunjukkan oranglah disuatu tempat. Umar pergi kesana dan menemukan laki-laki itu sedang tekun mengerjakan ibadatnya dan menjauhkan dirinya dari manusia. Sayyidina Umar berkata kepadanya : “Sesungguhnya aku merasa kehilangan saudara, sehingga selama ini aku rindu untuk dapat bertemu dengan anda, kenapakah anda meninggalkan kami dan tidak muncul-muncul lagi ?
Laki-laki itu menjawab : “ Bahwasanya aku setalh membaca Al-Qur’an rupanya dengan itulah aku tidak memerlukan Umar dan keluarganya (dalam mengharapkan sesuatu).” Lalu umar berkata kepadanya : “mudah-mudahan anda selalu diRahmati Allah s.w.t maka apakah yang anda dapati dalam Al-Qur’an itu ?  dan laki-laki itu menjawab : “ Saya telah mendapatkan didalam kitab suci Al-Qur’an firman Allah s.w.t dalam surat Adz-Dzaariyat, Ayat-22 :
وَفِي السَّمَاءِ رِزْقُكُمْ وَمَا تُوعَدُونَ
Dan di langit terdapat (sebab-sebab) rezekimu dan terdapat (pula) apa yang dijanjikan kepadamu.

Karena ayat inilah aku bertanya kepada diriku sendiri : Rezekiku dilangit, sedangkan aku mencarinya di dunia.” Mendengar itu, Umar menangis dan apa yang dikatakan laki-laki itu merupakan pelajaran baginya. Setelah kejadian itu, maka Umar sering datang pada laki-laki itu mendengarkan pendapat yang bermanfaat dari padanya.
      
Dari kejadian ini, maka tepat dan benarlah wasiat Nabi Muhammad s.a.w kepada Ibnu Abbas :

Apabila anda bermohon, maka bermohonlah kepada Allah. Dan apabila anda minta pertolongan, maka mintaklah kepada Allah. Dan ketahuilah bahwa segala makhluk seandainya besusah-payah mereka untuk membantu anda dengan sesuatu yang tidak akan sanggup atas demikian. Dan seandainya jikalau sekalian makhluk ingin memudharatkan anda dengan sesuatu dimana tidak dituliskan Allah buat anda, pasti juga mereka tidak akan sanggup. Segala buku telah terlipat dan segala pena telah kering.”

Demikian mendalamnya wasiat Nabi kita Muhammad s.a.w kepada Ibnu Abbas. Karena itu maka teranglah didalam menghadapi sesuatu itu dimana kita jangan lupa kepada Allah s.w.t moga-moga maksud kita yang baik disampaikan OlehNya.

Kesimpulan :
1.        Apabila kita bercita-cita tentang sesuatu dan berjuang untuk mencapai cita-cita itu, maka berusahalah dengan tekun dan sabar dengan tidak melupakan Allah s.w.t. Dengan demikian Insyaallah cita-cita kita akan disampaikan olehnNya. Adakala Tuhan memperkenakan apa yang kita cita-citakan, maka berbahagialah kita. Dan adakala Allah tidak mengizinkan sesuatu yang kita cita-citakan itu karena tidak baik menurut Allah s.w.t, maka tidak disampaikannya cita-cita kita. Meskipun demikian berati pada hakikatnya Allah telah memperkenankan juga maksud dan tujuan kita. Sebab getaran kehendak dalam menghadapi sesuatu itu telah diridhakan Allah, oleh karena sesuatu yang kita maksudkan itu tidak baik menurutnya.

2.       Jangan sekali-kali kita berpegangan dengan kepandaian kita, kepintaran dan daya kita, sebab semuanya itu adalah dari Allah s.w.t. Apabila semuanya ini telah telah tersangkut dalam hati kita, yakni kita tidak menyerahkan segala sesuatu itu kepada Allah, maka timbullah kemacetan disana-sini dan sulitlah kita untuk mencapai cita-cita itu. Kalaupun disampaikan juga oleh Allah s.w.t, maka keberkatannya tidak ada. Badan kita letih pada menghasilkannya tetapi manfaatnya sangat sedikit ataupun tidak ada sama sekali. Oleh karena itu, jangan lupa berdoa kepada Allah s.w.t seperti yang tersebut dalam firmanNya Al-Qur’an : (Al-Isra’ : 80)

وَقُلْ رَبِّ أَدْخِلْنِي مُدْخَلَ صِدْقٍ وَأَخْرِجْنِي مُخْرَجَ صِدْقٍ وَاجْعَلْ لِي مِنْ لَدُنْكَ سُلْطَانًا نَصِيرًا
"Dan katakanlah: "Ya Tuhan-ku, masukkanlah aku secara masuk yang benar dan keluarkanlah (pula) aku secara keluar yang benar dan berikanlah kepadaku dari sisi Engkau kekuasaan yang menolong."

Bacalah doa ini dalam menghadapi sesuatu demi berhasilnya maksud dan cita-cita kita disampaikan Allah s.w.t dan mudah-mudahan pula ajaran Kalam Hikmah ini akan menjadi Kompas dan Pedoman kita dalam hidup dan kehidupan kita diDunia ini.


Sumber :
"Kitab Al-Hikam,Kalam Hikmah Yang ke-25"
(Abuya Prof.Dr.Tgk Chiek, K.H Muhibbuddin Muhammad Waly Al-Khalidy)






Note :
Contak Pemesan Buku 
Karangan Abuya Prof.Dr.Tgk Chiek, K.H Muhibbuddin Waly Al-Khalidy
Tgk.Sony 082168220205 (whatshap)

Bagaimanakah Cara Mendapati Kehidupan Yang Diridhai Oleh Allah ? Reviewed by Unknown on 7:07 PM Rating: 5

No comments:

© 2018, Al Waliyah. All right reserved.
Powered By Blogger, Touched by Iqbal Mauludy

Contact Form

Name

Email *

Message *

Powered by Blogger.